Cari Disini

Selasa, 07 Agustus 2007

Tokoh Ilmuwan Muslim



Dari Ibnu Sina Hingga Abdus Salam


Dalam perjalanan sejarah Hadiah Nobel sepanjang sekitar 100 tahun, baru ada empat Muslim yang mendapatkan anugerah itu. Mereka adalah almarhum Presiden Mesir Anwar Sadat, sastrawan Mesir Najib Mahfudz, lmuwan Pakistan Abdus Salam, dan terakhir ilmuwan asal Mesir yang menetap di AS, Ahmad Zuwaeli asal Mesir. Dua yang pertama mendapatkah Penghargaan Nobel di bidang perdamaian dan sastra. Sedangkan Abdus Salam di bidang fisika dan Zuwaeli--yang juga hafiz Quran--di bidang kimia pada 2000.


Hadiah Nobel adalah penghargaan yang diberikan oleh Alfred Nobel (1833-1896) sejak tahun 1901 untuk lima bidang: fisika, kimia, kedokteran, sastra, dan perdamaian. Pada 1968 bertambah lagi satu bidang, yaitu ekonomi. Penghargaan Nobel, terutama di bidang ilmu pengetahuan, diberikan kepada seorang ilmuwan atas penemuan yang dinyatakan sangat bermanfaat bagi kemanusiaan dalam bidangnya masing-masing.

Jauh sebelum Abdus Salam dan Zuwaeli, sekitar 9 atau 10 abad lalu, dunia Islam sebenarnya sudah mempunyai ilmuwan-ilmuwan besar, bahkan mungkin lebih besar dari mereka yang pernah mendapatkan Hadiah Nobel. Mereka antara lain: Al-Kindi (pendiri psikofisik), Al-Khawarizmi (bapak aljabar dan geografi), Abu Al-Zahrawi (penemu acuan gips modern), Abu Said Al-Sijzi (penemu sistem heliosentrik dan pendahulu Galileo), Ibnu Haitham (penemu teknik fotografi dan energi solar), Ibnu Sina (bapak ilmu kedokteran modern), Al-Ghazali (penemu pusat paru jantung), Ibnu Rusyd (perintis ilmu jaringan tubuh), Ibnu Nafis (penemu peredaran darah paru-paru), dan Ibnu Khaldun (bapak sosiologi dan politik).

Berikut profil singkat di antara para ilmuwan Muslim itu beserta penemuan-penemuan mereka:

IBNU SINA


Nama lengkapnya Abu Ali Al-Husain Ibnu Abdullah Ibnu Sina. Lahir pada 980 di Ifsyia Karmitan, Asia Tengah, dan wafat pada 1037. Pada usia 10 tahun, ia sudah hafal Alquran.

Ibnu Sina dikenal sebagai the faher of doctors (bapak kedokteran). Selain kedokteran, ia juga menguasai fisika, matematika, astronomi, sejarah, dan filsafat dan kedokteran.

Sebagai dokter, ia lebih suka tindakan preventif daripada kuratif dan selalu menguatkan aspek spiritual dan fisik pasien secara simultan dalam pengobatannya. Bahwa temperatur, makanan, minuman, limbah, udara, keseimbangan gerak dan fikiran, tidur dan kerja mempengaruhi kesehatan, itu semua terbukti, dan sekarang menjadi masalah lingkungan yang utama.

Katanya, udara yang terkontaminasi uap dari rawa, danau, saluran drainase, asap atau jelaga dapat membahayakan kesehatan. Kini diketahui, gas itu adalah hasil proses anaerobik air limbah yakni CH4 (metana), H2S dan NH3.

Dari sejumlah risalah kesehatannya, Ibnu Sina punya dua teori segitiga pengobatan. Pertama, Triangular Theory of Islamic Medicine yang menyatakan kaitan antara Allah, manusia, dan pengobatan. Teori kedua, adanya 'hubungan antara badan, fikiran, dan semangat' pada kesehatan manusia.

Topik artikelnya yang lain adalah tentang penyakit jantung yang ada di dalam Kitab Adwiyat al-Qalbiyah (risalah obat untuk sakit jantung). Kitab ini diterjemahkan Arnold of Villanova dengan judul De Viribus Cordis di Spanyol. Karya lainnya, Urjuzah fit Tibb, sebuah manual medis, dibahasalatinkan oleh Armengaud Blasius (meninggal tahun 1312) menjadi Cantica di Montpellier, Perancis. Termasuk, risalah penyakit malaria yang diadopsi sembilan abad kemudian oleh Prof Wagner von Jauree dari Vienna sehingga menerima Nobel bidang fisiologi tahun 1927.

Karya medis pemilik magnum opus untuk buku al-Qanun fit Tibb atau Canon of Medicine ini, menurut MS Khan, ada sekitar 48 buah dalam bentuk buku dan risalah, sebagian menyatakan mencapai ratusan judul.


JABIR IBNU HAYYAN

Jabir ibnu Hayyan (721-815 H) di Barat dikenal dengan nama Geber. Sampai akhir abad 17, ia -- bersama dengan Zakaria Razi -- sangat menonjol sebagai ahli kimia termasyhur yang dihasilkan abad pertengahan. Anak seorang penjual obat di Kufah (Irak) ini juga merupakan seorang sufi.

Dalam penemuannya, Jabir membuat instrumen pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi. Jabir pula menyiapkan tekniknya, mirip semua 'technique' kimia modern. Ia membedakan antara penyulingan langsung yang memakai bejana basah dan tak langsung yang memakai bejana kering. Dia pula yang pertama mengklaim bahwa air hanya dapat dimurnikan melalui proses penyulingan.

Khusus menyangkut fungsi dua ilmu dasar kimia, yakni kalsinasi dan reduksi, Jabir menjelaskan, untuk mengembangkan kedua dasar ilmu itu, pertama yang harus dilakukan adalah mendata kembali dengan metoda-metoda yang lebih sempurna, yakni metoda penguapan, sublimasi, destilasi, penglarutan, dan penghabluran. Setelah itu, memodifikasi dan mengoreksi teori Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap tidak berubah sejak awal abad ke-18 M. Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya dengan terlebih dahulu melakukan riset dan eksperimen.

Dalam bidang kimia, karya Jabir ibnu Hayyan mencapai lebih 500 buah, tapi hanya beberapa yang sampai pada zaman Renaissance. Di antara bukunya yang terkenal adalah Al Hikmah Al Falsafiyah, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berjudul Summa Perfectionis.

Dalam buku ini, antara lain dikemukakan reaksi kimia: ''Air raksa (merkuri) dan belerang (sulfur) bersatu membentuk satu produk tunggal, tetapi adalah salah menganggap bahwa produk ini sama sekali baru dan merkuri serta sulfur berubah keseluruhannya secara lengkap. Yang benar adalah bahwa keduanya mempertahankan karakteristik alaminya, dan segala yang terjadi adalah sebagian dari kedua bahan itu berinteraksi dan bercampur sedemikian rupa sehingga tidak mungkin membedakannya secara seksama.''

''Jika dihendaki memisahkan bagian-bagian terkecil dari dua kategori itu oleh instrumen khusus, maka akan tampak bahwa tiap elemen (unsur) mempertahankan karakteristik teoretisnya. Hasilnya adalah suatu kombinasi kimiawi antara unsur yang terdapat dalam keadaan keterkaitan permanen tanpa perubahan karakteristik dari masing-masing unsur.''

Ide-ide eksperimen Jabir itu sekarang lebih dikenal/dipakai sebagai dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal, nonmetal dan penguraian zat kimia.


IBNU KHALDUN

Bernama lengkap Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Ibn Khaldun, pemikir (1332-1406) kelahiran Tunisia ini dikenal sebagai bapak sosiologi dan politik. Al Muqaddimah merupakan karya monumental pertama yang memuat prinsip-prinsip politik, strata suatu masyarakat, dan teori dissintegrasi.

Dalam karyanya itu, Khaldun memetakan masyarakat dengan interaksi sosial, politik, ekonomi, dan geografi yang melingkupinya. Pendekatan ini dianggap menjadi terobosan yang sangat signifikan. Menurutnya, organisme dapat tumbuh dan matang, karena sebab-sebab nyata yang mempengaruhinya. Pengaruh itu universal dan pasti. Tak ada kebetulan dalam sejarah sosial kecuali sebab dan akibatnya semata, sebagian jelas dan diketahui, sebagian lagi tidak.

Formasi masyarakat, tulisnya, sebagai hasrat manusia untuk berkumpul, bersaing, lalu memperebutkan kepemimpinan. Mereka diikat dengan solidaritas ashabiyah (ungkapan pra-Islam) yang diarahkan oleh para pimpinannya. Ia memperkirakan bahwa solidaritas itu berlangsung empat generasi. Model ini menempatkan Ibn Khaldun sebagai penganut teori siklus sejarah. Masyarakat lahir, tumbuh, berkembang, lalu mati untuk diganti dengan yang lain. Demikian seterusnya.

Al Muqaddimah juga mengupas asal muasal suatu masyarakat, lahirnya kota dan desa, dan sebagainya. Karya emasnya itu hingga kini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Indonesia.


ABDUS SALAM

Abdus Salam (1926-1996) merupakan ilmuwan Muslim pertama yang mendapatkan Hadiah Nobel (bidang fisika/1979). Meraih gelar doktor di usia sangat muda, 26 tahun, dari Cambridge University, Inggris, Salam aktif melakukan penelitian di bidang fisika. Dari penelitiannya, ia berhasil merumuskan teori neutrino pada umur 31 tahun.

Sebelum ini terungkap, ada empat macam gaya fundamental di jagat raya yang jarak kerja serta kekuatannya berbeda satu sama lainnya, yakni: gaya gravitasional (gaya terlemah dan berjarak paling jauh), gaya elektromagnetik (lebih kuat dari gravitasional), gaya nuklir jenis kuat atau gaya inti yang mengikat proton dan neutron dalam inti atom, dan gaya nuklir jenis lemah. Gaya nuklir jenis lemah dan kuat menjamin keselarasan gerak zarah-zarah (partikel) penyusun inti atom dan kemantapan zarah itu sendiri.

Hasil penelitian Abdus Salam memberi indikasi kuat bahwa, pada dasarnya tidak ada perbedaan yang terlalu prinsipil antara gaya nuklir dan kelistrikan. Bentuk energi nuklir jenis lemah sebenarnya identik dengan bentuk energi elektromagnetik. Kebenaran hasil penelitian Salam ini didukung oleh hasil eksperimen laboratorium Riset Eropa di Genewa pada 1973 tentang adanya interaksi 'arus netral' yang merupakan bagian pokok dari prediksi teori penemuan Abdus Salam, yaitu 'teori medan terpadu'. Pada 1978, eksperimen di Pusat Akselerator Linier, Stanford, Amerika, memperkuat hasil penemuan Salam. [republika.co.id]
http://www.kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=41

Tidak ada komentar: